“Sebuah janji yang bisa kutepati, bukan janji kosong pemanis hati.”
Calon istriku,
Aku tahu kamu muak dengan 1001 macam janji manis yang mungkin pernah kamu dengar dariku. Tapi aku sadar sekarang bahwa aku harus berubah. Aku harus menjadi pria yang lebih dewasa, sehingga ketika aku melangkahkan kakiku masuk ke rumahmu, meminta izin Ayah dan Ibumu untuk memilikimu seumur hidup, aku bisa merasa pantas. Tidak hanya diriku, tapi juga kamu. Aku ingin kamu bangga menggandeng lelaki yang bisa dijadikan tempat bergantung. Tempat berteduh. Tempat berharap.
Aku nggak akan menjanjikan hal-hal muluk yang mungkin dulu pernah kukatakan padamu saat kita berpacaran. Memang itu manis, sayang, tapi bukan janji semacam itu yang ingin kujanjikan padamu. Aku berjanji akan menampilkan sisi terbaikku saat bertemu Ayah dan Ibumu. Aku akan menggenggam erat tanganmu, dengan bangga dan lantang aku akan menunjukkan bahwa kita berdua memang layak tinggal bersama. Tuhan sudah menetapkan kamu untuk jadi milikku sejak kita berada di dalam kandungan Ibu kita masing-masing.
Mungkin aku tidak bisa membuat impian pernikahan megahmu menjadi kenyataan, mungkin hanya perayaan sederhana. Tapi aku berjanji untuk membuat semua orang tahu, betapa beruntungnya diriku bisa memilikimu untuk seumur hidupku.
Mungkin nanti kita tidak bisa pergi berbulan madu seperti yang telah kamu obrolkan bersama teman-teman cewekmu. Ya, aku tahu itu, ketika matamu dan sahabat-sahabatmu berbinar-binar membicarakan destinasi bulan madu impianmu. Tapi aku berjanji untuk membawamu ke dunia yang baru, dunia kita berdua, yang mungkin akan dipenuhi anak dan cucu kita nantinya.
Aku tahu, Ibuku sudah mengingatkan bahwa lima tahun pertama pernikahan adalah yang paling manis dan segalanya akan terasa indah. Namun bersiap-siaplah memasuki tahun-tahun berikutnya, begitu kata Ibu. Sekali lagi, sayang, aku tidak bisa menjanjikan keluarga yang selalu bahagia dan rumah yang selalu hangat. Tapi aku berjanji, aku akan berjuang, untuk membuatmu tidak menyesal telah memilihku sebagai sahabat seumur hidupmu. Untuk jadi pemimpin keluarga yang akan menuntun dan membimbingmu, menjadi wanita yang lebih dewasa.
Aku mungkin tidak bisa selalu membelikanmu hadiah yang indah. Aku tidak akan selalu di sana ketika kamu kesulitan dengan anak kita, dengan segala urusan rumah tangga. Tapi aku berjanji, saat kamu kelelahan, kamu boleh berlari padaku. Memintaku dengan jujur untuk membantumu. Aku berjanji untuk memikul beban keluarga ini bersamamu.
Mungkin aku tidak bisa menjanjikanmu sosok yang manis dan selalu penuh kendali saat menjadi pemimpin keluarga. Kadang aku bisa terjatuh juga, aku juga manusia yang memiliki kelemahan. Aku bersyukur kamu menerima kelebihan dan kelemahanku, sayang. Tapi aku berjanji, aku akan berusaha mengontrol emosiku. Ingatkan aku ketika aku melakukan kesalahan, pegang tanganku dan sadarkan aku ketika aku sudah berjalan keluar dari jalur kita berdua.
Aku dan kejelekanku mungkin akan selalu ada di sana, sayang, tapi karena itulah aku butuh dirimu. Kamu yang selalu mampu mengimbangiku. Kamu yang selalu ada di sana menggenggam dan mengangkatku ketika aku terjatuh. Kamu ada di sana, yang tahu sisi burukku dan masih berdiri di sana, menerimaku dengan senyum penuh syukur. Kamu selalu ada di sana, yang mengerti diriku pasti butuh gadis sepertimu, gadis yang membuatku merasa aku berharga menjadi seorang laki-laki.
Yang siap meminangmu,
Calon suamimu.
0 Response to "Untuk Calon Istriku, Maukah Kamu Menerima Seuntai Janji Ini Sebelum Aku Meminangmu?"
Posting Komentar